Pulau Clipperton, sebuah pulau tak berpenghuni di Samudera Pasifik yang menyimpan kisah tragis, perebutan kekuasaan, dan sejarah kelam yang mencengangkan, menjadikannya dikenal sebagai ‘Neraka di Surga’.
Pulau Clipperton mungkin terdengar asing bagi banyak orang, dan itu tidak mengherankan. Pulau ini tidak memiliki daya tarik wisata yang memikat maupun penghuni tetap.
Terletak di Samudera Pasifik bagian timur, pulau ini memiliki luas hanya 8,9 km². Jika diukur dari Paris, jaraknya mencapai 10.677 km.
Pulau Cantik Clipperton ini berbentuk seperti cincin yang mengelilingi sebuah laguna. Namun, laguna tersebut tidak memiliki ikan karena airnya dianggap eutrofik, yakni mengandung kadar nitrogen, fosfor, dan mineral yang sangat tinggi.
Akibatnya, banyak yang menggambarkan Clipperton sebagai “Scab of an Island” atau “Pulau Borok”, karena karangnya yang tandus dan menyeramkan.
Pulau ini hanya ditumbuhi tanaman merambat dan pohon kelapa. Penghuninya? Hanya kawanan kepiting oranye dan burung laut yang mendominasi ekosistemnya.
Pulau yang Diperbutkan Banyak Negara
Meski tampak tidak menarik, Pulau Clipperton pernah menjadi rebutan beberapa negara besar seperti Meksiko, Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat.
Letaknya yang strategis untuk jalur pelayaran serta kandungan guano (kotoran burung laut yang kaya akan fosfat) membuatnya berharga.
Pada musim hujan, pulau ini mengeluarkan bau amonia menyengat akibat tumpukan guano yang memenuhi kawasan atol.
Pulau ini pertama kali ditemukan pada tahun 1520 oleh penjelajah Portugis, Ferdinand Magellan. Kemudian pada tahun 1711, Prancis menemukan dan mengklaim pulau ini sebagai bagian dari wilayahnya.
Namun, pada tahun 1821, Meksiko menguasai pulau ini, hanya untuk kemudian diklaim kembali oleh Prancis pada masa pemerintahan Napoleon III.
Amerika Serikat pun ikut mengklaim Pulau Clipperton pada tahun 1892 berdasarkan Undang-Undang Kepulauan Guano.
Saat itu, guano dianggap sebagai pupuk luar biasa yang sangat bernilai, sehingga banyak negara berlomba-lomba menguasainya.
Pulau Clipperton di Masa Kini
Setelah melalui berbagai perebutan, Pulau Clipperton akhirnya menjadi wilayah luar negeri Prancis.
Meski kini tidak memiliki nilai ekonomi yang signifikan, keberadaan atol ini memberi Prancis hak atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 425.000 km², setara dengan luas negara Paraguay.
Wilayah perairan ini termasuk salah satu kawasan perikanan terkaya di dunia, yang dikenal sebagai surga penangkapan tuna. Uniknya, Prancis justru mengizinkan kapal-kapal penangkap ikan Meksiko beroperasi di wilayah ini melalui perjanjian khusus.
Neraka di Surga: Tragedi Kelam Pulau Clipperton
Pulau Clipperton pernah dihuni oleh sekelompok orang yang bergantung pada pasokan makanan dari kapal Meksiko. Selama kapal tersebut datang secara rutin, penduduk merasa hidup di “surga” dengan persediaan makanan yang cukup.
Namun pada awal abad ke-20, Meksiko mengalami gejolak politik yang menyebabkan pasokan makanan ke Pulau Clipperton terhenti.
Kondisi menjadi sangat sulit. Pemimpin pulau saat itu, Kapten Arnaud, berusaha menyelamatkan warganya dengan mengirimkan sebutir kelapa setiap minggu untuk para wanita dan anak-anak yang kelaparan.
Penduduk mulai berburu burung laut dan menangkap kepiting untuk bertahan hidup. Sayangnya, banyak yang akhirnya jatuh sakit akibat kekurangan vitamin dan gizi buruk.
Dua Versi Tragedi Kapten Arnaud
Ada dua versi cerita tentang nasib Kapten Arnaud dan penduduknya:
Versi pertama menyebutkan bahwa Arnaud melihat kapal di kejauhan dan mengajak penduduk mendayung perahu untuk menghampirinya.
Sayangnya, kapal itu ternyata tidak ada, dan Arnaud bersama para penduduk tenggelam akibat perahu yang terbalik.
Versi kedua menceritakan bahwa Arnaud bersama rombongan mendayung ke arah kapal yang terlihat di kejauhan. Namun, arus laut yang kuat membuat perahu mereka menabrak karang dan menewaskan seluruh penumpangnya.
Kisah Kelam Penjaga Mercusuar yang Menjadi ‘Raja’ Kejam
Dari tragedi tersebut, hanya tersisa 15 wanita dan 1 penjaga mercusuar bernama Victoriano Alvarez yang berhasil bertahan hidup.
Bukannya melindungi mereka, Alvarez justru mengangkat dirinya sebagai ‘raja’ di Pulau Clipperton. Ia memerintah dengan kejam, melakukan kekerasan fisik, bahkan memperlakukan para wanita sebagai pemuas nafsunya.
Tindakan keji Alvarez berakhir pada tahun 1917, ketika salah satu wanita yang berhasil bertahan berani melawannya dan menghabisi nyawa sang tiran.
Penyelamatan yang Mengejutkan Dunia
Tak lama setelah kematian Alvarez, sebuah kapal Amerika yang berlabuh di Pulau Clipperton menemukan para penyintas dalam kondisi mengenaskan: kurus kering dan kekurangan gizi.
Meski begitu, kebahagiaan terlihat jelas di wajah mereka karena akhirnya terbebas dari penderitaan panjang.
Setelah kejadian tragis ini, Pulau Clipperton dibiarkan tak berpenghuni selama bertahun-tahun.
Clipperton Pasca Perang Dunia II
Pada tahun 1944, selama Perang Dunia II, Amerika Serikat sempat menduduki Pulau Clipperton dan mendirikan pangkalan militer serta pusat pemantauan cuaca di sana. Namun, setelah perang berakhir, pulau ini kembali ditinggalkan dan menjadi wilayah tak berpenghuni.
Kondisi Pulau Clipperton Saat Ini
Saat ini, Pulau Clipperton dikenal sebagai wilayah terpencil yang tidak berpenghuni. Lingkungan pulau ini pun mengalami kerusakan akibat pencemaran dan minimnya perawatan.
Meski demikian, kisah tragis dan sejarah kelam yang meliputi Pulau Clipperton tetap menjadi cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi.
Pelajaran Berharga dari Pulau Clipperton
Pulau Clipperton adalah bukti nyata bagaimana keserakahan manusia dapat mengubah sebuah tempat yang tenang menjadi panggung penderitaan.
Perebutan kekuasaan, kerakusan akan sumber daya alam, hingga kisah kelam tentang kekejaman dan kelaparan menjadi catatan sejarah yang kelam.
Pulau ini mungkin kecil dan tak berpenghuni, tetapi cerita tentangnya menyimpan pelajaran berharga tentang kemanusiaan, ketamakan, dan keinginan bertahan hidup.
Lokasi Pulau Mauritius membuktikan bahwa di balik hamparan pasir putih dan air laut yang jernih, terkadang tersembunyi kisah pilu yang menggetarkan hati.